HASILWIN – ASI Masih Keluar padahal Sudah Tidak Menyusui, Normalkah?

Menyusui adalah fase alami dan penuh makna dalam kehidupan seorang ibu. Bagi banyak ibu, proses menyusui adalah bagian yang sangat emosional dan penuh makna dari perjalanan menjadi orang tua. Ketika masa menyusui selesai, tubuh pun perlahan kembali ke kondisi sebelum hamil.
Namun, Pernah enggak sih Bunda merasa heran karena ASI masih keluar padahal Si Kecil sudah lama nggak nyusu?
Bahkan mungkin sudah disapih berbulan-bulan, tapi tiba-tiba bra Bunda basah atau saat mandi, ada cairan putih keluar dari payudara. Apakah ini sesuatu yang wajar? Atau justru menjadi tanda ada yang salah dengan kondisi tubuh?
Tenang ya Bunda, kamu nggak sendiri kok! Banyak Bunda yang ngalamin hal yang sama. Yuk kita bahas kenapa ini bisa terjadi dan apa penyebabnya.
Berapa lama normalnya ASI masih keluar setelah berhenti menyusui?
Setelah berhenti menyusui, tubuh seorang ibu tidak serta-merta langsung menghentikan produksi ASI. Hormon prolaktin yang bertanggung jawab terhadap produksi susu membutuhkan waktu untuk kembali ke tingkat normal. Karena itu, keluarnya ASI masih bisa terjadi dalam beberapa minggu, bahkan beberapa bulan setelah menyapih.
Keluarnya ASI setelah menyapih masih dianggap normal jika terjadi dalam rentang waktu:
-
0 – 3 Bulan setelah menyapih
Secara umum, keluarnya ASI dalam tiga bulan pertama setelah berhenti menyusui masih dianggap normal. Selama masa ini, tubuh berada dalam fase transisi, terutama jika proses penyapihan dilakukan secara bertahap. Banyak ibu melaporkan bahwa mereka masih merasakan sedikit ASI keluar ketika payudara tertekan, terkena rangsangan air hangat saat mandi, atau saat stres.
-
3-6 Bulan setelah menyapih
Jika ASI masih terus keluar setelah enam bulan sejak penyapihan, terutama jika disertai dengan gejala lain seperti perubahan pada payudara, cairan yang keluar tidak seperti ASI normal (misalnya berdarah atau kehijauan), atau disertai gangguan menstruasi dan penglihatan, maka sebaiknya Bunda melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini bukan berarti pasti ada masalah serius, tetapi bisa menjadi sinyal bahwa tubuh memerlukan perhatian medis.
Kondisi ini juga bisa diperpanjang jika ibu masih secara tidak sengaja merangsang payudara misalnya karena terbiasa memeriksa atau memencet puting, atau menggunakan bra yang terlalu ketat. Bahkan emosi seperti stres dan kelelahan berat bisa memperlambat penurunan kadar hormon prolaktin, sehingga memperpanjang keluarnya ASI.
ASI masih keluar padahal sudah tidak menyusui, normalkah?
Sudah lama berhenti menyusui tapi kok ASI masih keluar? Pasti bikin bertanya-tanya ya, “Ini normal enggak sih?”
Jawabannya bisa saja normal ya Bunda. Beberapa ibu masih bisa mengalami keluarnya ASI meskipun sudah menyapih anaknya, bahkan sampai berbulan-bulan atau lebih dari setahun setelah berhenti menyusui. Ini disebut galaktorea. Selama tidak disertai gejala aneh lainnya, kondisi ini tidak selalu berbahaya.
Dikutip dari sebuah jurnal yang dipublikasikan oleh American Family Physician (AFP), galaktorea dialami oleh sekitar 20 hingga 25 persen perempuan di beberapa waktu dalam hidup mereka, bahkan tanpa kehamilan atau menyusui. Artinya, ini bukan hal langka!
Dikutip dari Babycentre, tubuh membutuhkan waktu untuk menerima pesan bahwa Bunda tidak menyusui atau telah berhenti menyusui setelah beberapa lama. Produksi ASI sebagian perempuan mengering dalam beberapa hari. Yang lain masih akan mengeluarkan beberapa tetes ASI beberapa bulan kemudian.
Sebagian besar perempuan yang telah menyusui atau memompa dan mulai menyapih akan melihat produksi ASI mereka menurun dalam dua hingga tiga minggu, meskipun hal ini dapat bervariasi tergantung pada usia bayi Bunda dan jumlah ASI yang Bunda hasilkan.
ASI Bunda akan mengering dengan sendirinya, dan itu akan memakan waktu, tetapi cara terbaik untuk membantu proses penghentian produksi ASI adalah dengan membatasi jumlah ASI yang Bunda keluarkan. Itu karena setiap kali Bunda mengeluarkan atau mengeluarkan ASI, tubuh Bunda mengirimkan sinyal bahwa Bunda masih menyusui.
Ditinjau dalam perjalanan proses produksi ASI, tubuh Bunda memulai proses produksi ASI selama kehamilan. Payudara Bunda mulai mengeluarkan kolostrum (ASI awal) beberapa minggu sebelum tanggal perkiraan lahir bayi Bunda, karena kadar hormon prolaktin, yang merangsang produksi ASI, mulai meningkat menjelang akhir kehamilan Bunda. Baik Bunda berencana untuk menyusui atau tidak, tubuh Bunda akan tetap memproduksi ASI.
ASI Bunda mulai keluar beberapa hari setelah bayi Bunda lahir, saat kadar progesteron dan estrogen Bunda turun dan kadar prolaktin meningkat lebih tinggi. Lonjakan prolaktin inilah yang mengirimkan pesan kepada tubuh untuk mulai memproduksi banyak ASI. Bunda akan melihat bahwa payudara menjadi lebih penuh dan lebih berat setelah bay lahir dan produksi ASI pun meningkat.
Jika tidak menyusui atau memompa sama sekali, biasanya dibutuhkan waktu tujuh hingga sepuluh hari setelah melahirkan untuk kembali ke kadar hormon tidak hamil dan tidak menyusui. Selama waktu tersebut, Bunda mungkin merasa tidak nyaman jika payudara penuh dengan ASI. Hal inilah yang mendasari bahwa tubuh membutuhkan waktu untuk menerima pesan bahwa Bunda tidak menyusui.
Penyebab ASI masih keluar padahal sudah tidak menyusui
Meskipun proses menyusui telah selesai, tubuh seorang ibu tidak selalu langsung berhenti memproduksi ASI. Ini bisa membingungkan atau bahkan mengkhawatirkan, terutama bila ASI tetap keluar dalam waktu yang cukup lama setelah penyapihan. Namun, kondisi ini sering kali bisa dijelaskan oleh sejumlah faktor yang berkaitan dengan hormon, gaya hidup, dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
1. Rangsangan pada payudara
Stimulasi fisik pada payudara juga bisa menjadi penyebab. Menyentuh atau memijat payudara terlalu sering, menyusui anak lain, atau bahkan memakai bra yang terlalu ketat bisa memberi ‘sinyal; ke tubuh untuk tetap memproduksi ASI.
2. Hormon prolaktin masih tinggi
Prolaktin adalah hormon utama yang bertugas memproduksi ASI. Setelah berhenti menyusui, kadar prolaktin seharusnya menurun. Tapi pada beberapa kasus, hormon ini masih tinggi, sehingga ASI terus diproduksi walaupun sudah tidak menyusui. Kadarnya bisa tetap tinggi karena stres, kurang tidur, atau masalah hormon lainnya.
3. Efek obat-obatan
Beberapa jenis obat bisa meningkatkan kadar prolaktin atau meniru efek hormon yang merangsang produksi ASI, seperti antidepresan, obat darah tinggi, atau obat lambung tertentu bisa memicu produksi ASI.
4. Hamil lagi
Kalau Bunda belum haid atau merasa ada tanda-tanda hamil lagi, bisa jadi tubuh sedang bersiap menyusui lagi. Saat awal kehamilan, tubuh bisa mulai memproduksi kolostrum (cairan awal sebelum ASI), meskipun belum terasa gejala hamil lainnya.Jadi, kalau Bunda merasa ada ‘tanda-tanda aneh’, boleh dicoba test pack ya!
5. Stres
Stres emosional atau kelelahan berkepanjangan juga bisa memengaruhi sistem hormonal tubuh. Saat stres, kadar dopamin bisa menurun, dan ini secara tidak langsung dapat meningkatkan produksi prolaktin. Dalam beberapa kasus, tubuh seolah ‘terpancing’ untuk tetap menghasilkan susu meski tidak ada kebutuhan nyata.
6. Kondisi medis
Meski jarang, bisa juga karena tiroid yang tidak seimbang, terutama hipotiroidisme (kelenjar tiroid kurang aktif), bisa menyebabkan galaktorea (ASI keluar di luar masa menyusui). Tumor jinak di otak kecil (prolaktinoma) dan gangguan ginjal kronis. Tapi ini jarang banget ya Bunda, dan biasanya disertai gejala tambahan.
Jadi, jika ASI masih keluar beberapa minggu atau bulan setelah menyapih dan tidak disertai gejala lain, kemungkinan besar itu masih merupakan bagian dari proses tubuh yang wajar. Namun jika berlangsung lebih dari enam bulan, atau disertai perubahan pada payudara atau gejala lain yang mengganggu, penting untuk berkonsultasi dengan tenaga medis agar bisa ditangani secara tepat.
Gejala galaktorea, kondisi ASI masih keluar padahal sudah tidak menyusui
Galaktorea adalah kondisi cairan menyerupai air susu ibu (ASI) keluar dari payudara, padahal si ibu sudah tidak menyusui lagi, bahkan mungkin tidak sedang hamil. Istilah galaktorea berasal dari bahasa Yunani, yakni galaktos yang berarti susu, dan rheo yang berarti mengalir. Artinya, ini adalah kondisi mengalirnya susu dari payudara di luar masa menyusui.
Dikutip dari Mayoclinic, galaktorea bukanlah penyakit. Kondisi ini tidak terkait dengan produksi susu saat menyusui atau hamil. Sementara itu, Dikutip dari Cleveland, Galaktorea terkadang mengindikasikan kondisi kesehatan yang mendasarinya, tetapi paling sering disebabkan oleh terlalu banyak prolaktin.
Prolaktin adalah hormon yang memicu produksi susu. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar pituitari, kelenjar di dasar otak Bunda.
Secara normal, selama masa kehamilan dan menyusui, kadar prolaktin meningkat secara alami untuk mempersiapkan tubuh dalam menyusui. Ketika seorang ibu berhenti menyusui, kadar prolaktin biasanya akan menurun dan produksi ASI pun berhenti. Namun pada sebagian perempuan, meski sudah tidak menyusui, hormon prolaktin tetap tinggi atau payudara tetap mendapatkan rangsangan, sehingga ASI masih terus keluar. Inilah yang disebut galaktorea.
Fenomena ini bisa muncul karena berbagai hal. Salah satu penyebab yang paling umum adalah tingginya kadar prolaktin dalam tubuh, yang disebut hiperprolaktinemia. Kondisi ini bisa terjadi akibat adanya gangguan pada kelenjar hipofisis, seperti tumor jinak kecil yang disebut prolaktinoma.
Selain itu, gangguan pada hormon tiroid seperti hipotiroidisme juga dapat menyebabkan lonjakan kadar prolaktin. Tidak jarang pula, penggunaan obat-obatan tertentu seperti antidepresan, pil KB, atau obat penenang dapat memengaruhi sistem hormonal dan memicu keluarnya ASI meski sudah lama tidak menyusui.
Ada pula penyebab yang lebih sederhana, seperti seringnya payudara disentuh, dipencet, atau mendapat gesekan dari pakaian. Hal-hal kecil seperti ini bisa memberi sinyal ke otak seolah tubuh masih dalam masa menyusui, sehingga produksi ASI tetap berlangsung.
Menariknya, galaktorea tidak hanya bisa terjadi pada ibu-ibu. Dalam kasus yang sangat jarang, kondisi ini juga bisa dialami oleh laki-laki dan bahkan bayi baru lahir. Kondisi ini paling umum terjadi pada orang yang berada dalam usia reproduksi (antara 20 dan 35 tahun) dan yang pernah hamil. Pada bayi, ini dikenal dengan istilah witch’s milk dan disebabkan oleh pengaruh hormon ibu yang masih tersisa di tubuh bayi.
Meski galaktorea sering kali bukan kondisi yang berbahaya, tetap penting untuk memperhatikannya, terutama jika disertai keluhan lain seperti nyeri, perubahan pada bentuk atau warna payudara, atau cairan yang keluar bukan berwarna putih. Terkadang, penyebab galaktorea tidak dapat ditemukan.
Sebuah studi International Journal of Endocrinology mencatat bahwa pada sekitar 30 persen kasus, galaktorea terjadi tanpa ada kelainan medis atau hormonal yang jelas. Ini disebut idiopathic galactorrhea.
Berikut gejala yang terkait dengan galaktorea meliputi:
- Keluarnya cairan susu dari puting susu yang konstan atau datang dan pergi.
- Keluarnya cairan dari puting susu dari lebih dari satu saluran susu.
- Keluarnya cairan dari puting susu sendiri atau saat payudara disentuh.
- Keluarnya cairan dari puting susu dari salah satu atau kedua payudara.
- Menstruasi tidak teratur atau tidak sama sekali.
- Sakit kepala atau gangguan penglihatan.
Cara mengatasi galaktorea, kondisi ASI masih keluar padahal sudah tidak menyusui
Galaktorea memang bisa membuat khawatir, apalagi jika terjadi lama setelah proses menyapih selesai. Namun, kabar baiknya, kondisi ini sering kali bisa diatasi dengan penanganan yang tepat, tergantung penyebabnya. Berikut cara mengatasi galaktorea:
1. Identifikasi dan atasi penyebabnya
Langkah pertama yang penting dilakukan adalah memahami dulu apa penyebabnya. Galaktorea bisa terjadi karena beberapa faktor, mulai dari ketidakseimbangan hormon prolaktin, efek samping obat-obatan, hingga gangguan pada kelenjar tiroid. Bahkan, kondisi ini bisa muncul karena stres berlebihan atau stimulasi fisik pada payudara yang terlalu sering, seperti kebiasaan memeriksa atau memijat payudara.
Setelah penyebabnya dikenali, cara mengatasinya akan lebih terarah. Jika dicurigai karena hormon prolaktin yang tinggi, dokter biasanya akan menyarankan pemeriksaan darah.
Dari situ bisa dilihat apakah memang ada gangguan hormonal, atau mungkin karena efek obat-obatan tertentu seperti antidepresan, obat antipsikotik, atau obat lambung seperti metoclopramide. Kalau memang ada kaitannya dengan obat, dokter akan mengevaluasi apakah obat tersebut perlu dihentikan, diganti, atau dosisnya diturunkan.
2. Kurangi stimulasi payudara
Galaktorea juga bisa terjadi saat tubuh Bunda masih ‘mengingat’ aktivitas menyusui, misalnya karena seringnya payudara disentuh atau dirangsang. Maka dari itu, salah satu cara yang bisa Bunda lakukan di rumah adalah mengurangi stimulasi pada area payudara. Hindari memijat atau memencet payudara terlalu sering.
Bahkan memeriksa apakah cairannya masih keluar pun bisa memperburuk kondisi. Sebaiknya gunakan bra yang nyaman dan tidak terlalu ketat, agar area payudara tidak terus-menerus tertekan.
3. Obati penyebab medis (jika ada)
Jika galaktorea disebabkan oleh kondisi medis tertentu seperti hipotiroidisme atau tumor jinak di otak (prolaktinoma), dokter akan memberikan penanganan sesuai diagnosisnya. Untuk hipotiroid, biasanya cukup dengan terapi hormon tiroid. Sedangkan untuk prolaktinoma, dokter akan meresepkan obat yang bisa menekan produksi hormon prolaktin.
4. Kelola stres dan cukup istirahat
Selain perawatan medis, jangan lupa juga untuk menjaga gaya hidup yang sehat. Stres yang berkepanjangan bisa ikut memicu atau memperparah galaktorea karena Stres bisa memengaruhi keseimbangan hormon, termasuk prolaktin.
Jadi penting untuk memberikan waktu bagi diri sendiri untuk beristirahat, tidur cukup, dan melakukan aktivitas relaksasi seperti jalan pagi atau yoga ringan. Jangan lupa juga makan makanan bergizi dan tetap terhidrasi dengan baik.
5. Pantau dan kontrol secara berkala
Pada beberapa kasus, galaktorea bisa terjadi tanpa penyebab yang jelas, yang disebut sebagai galaktorea idiopatik. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup dipantau secara berkala saja. Namun, jika cairan yang keluar hanya dari satu payudara, disertai benjolan, nyeri, atau perubahan pada kulit sekitar puting, sebaiknya segera konsultasi ke dokter.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)
Leave a Reply